DASAR-DASAR PENDIDIKAN
KONTEKS SOSIAL DALAM PERKEMBANGAN
Dosen Pengampu :
1. I Ketut Ulianta, S.Pd
2. Ni Wayan Purnamiasih, M.Pd.H
Oleh:
1. Dewi Sri Lestari : Semester II
2. Lilik Pujiwati :
Semester VI
3. Ni Luh Ratika Diana Sari :
Semester II
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
DHARMA NUSANTARA JAKARTA
2016
Om Swastyastu,
Untuk pertama kalinya kami menjadi
satu tim dalam mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan dan kami diberi kepercayaan
untuk membuat makalah oleh Dosen mata
kuliah ini dalam judul besarnya KONTEKS SOSIAL DALAM PERKEMBANGAN dimana
makalah ini membahas tentang perkembangan anak termasuk cara mengasuhnya.
Seperti kita ketahui anak adalah penerus generasi untuk meneruskan keturunan
kita, dalam hal ini setiap orang tua pasti menginginkan anaknya mempunyai
kepribadian yang baik dan berbudi pekerti luhur. Dengan adanya makalah ini,
kami harap dapat memberi rmanfaat bagi para orang tua dan pembaca yang budiman.
Jakarta, Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Kemampuan merupakan langkah
pertama bagi
perkembangan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya secara lebih luas.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, individu tidak hanya dituntut untuk mampu
berinteraksi secara baik dengan orang lain, tetapi terkait juga didalamnya
bagaimana ia mampu mengendalikan dirinya secara baik. Ketidakmampuan individu
mengendalikan dirinya dapat menimbulkan berbagai masalah dengan orang lain.
Keluarga merupakan tempat pertama
kali anak melakukan fungsi sosialisasinya. Proses yang terjadi antara anak dan
orang tua tidaklah bersifat satu arah, namun saling
mempengaruhi satu sama lain. Artinya, anak belajar dari orang tua, sebaliknya, orang tua
juga belajar dari anak. Proses sosialisasi yang terjadi dalam keluarga lebih
berbentuk sebagai suatu sistem
yang interaksional. Karena gaya parenting
orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak.
Konteks sosial di luar keluarga pada
anak-anak adalah teman sebaya. Pada teman sebaya inilah, anak memperoleh
informasi dan perbandingan tentang dunia sosialnya. Anak juga belajar tentang
prinsip keadilan melalui konflik-konflik yang terjadi dengan teman-temannya.
Pada masa kanak-kanak, teman sebaya yang dipilih biasanya terkait dengan jenis
kelamin. Selain itu proses perkembangan sosioemosional anak juga dapat dibentuk
melalui pendidikan di sekolah dari
sana mereka dapat melihat dunia secara luas dan mengembangkan hubungan
sosialnya dalam masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka dapat diambil Rumusan Masalah sebagai
berikut:
1.2.1
Apakah Konteks
Sosial dalam Perkembangan Anak?
1.2.2
Bagaimanakah pola pertemanan yang baik untuk seorang anak?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini antara lain:
1.3.1
Untuk
mengetahui pentingnya peran keluarga bagi seorang anak.
1.3.2
Untuk
mengetahui pola pertemanan yang baik untuk seorang anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konteks
Sosial Dalam Perkembangan Anak
Keluarga bagi
seorang anak merupakan lembaga pendidikan non formal pertama, di mana mereka
hidup, berkembang, dan matang. Di dalam sebuah keluarga, seorang anak pertama
kali diajarkan pada pendidikan. Dari pendidikan dalam keluarga tersebut anak
mendapatkan pengalaman, kebiasaan, ketrampilan berbagai sikap dan
bermacam-macam ilmu pengetahuan.
Keluarga memiliki
peranan utama di dalam
mengasuh anak, di segala norma dan etika yang berlaku didalam
lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada
anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Keluarga memiliki
peranan penting dalam ningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan moral
dalam keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini pada setiap individu. Walau
bagaimana pun, selain tingkat pendidikan, moral individu juga menjadi tolak
ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan. Para Psikologi Perkembangan Anak umumnya lebih fokus pada Pengaruh Keluarga,
Teman Sebaya dan Sekolah. Perkembangan Anak ini sangat bermanfaat untuk
orang tua dan para guru. Berikut adalah poin-poin pembahasan Konteks sosial
Perkembangan anak:
2.2 Pola Asuh Anak dalam
Keluarga
Orang tua merupakan
pendidik
utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula
menerima pelajaran (pendidikan). Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan
terdapat dalam kehidupan keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga
itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari
pengetahuan mendidik, melainkan secara kodrati. Suasana dan strukturnya
memberikan kemungkinana alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan
itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara
timbal balik antara orang tua dan anak.
Anak-anak
tumbuh dalam keluarga yang berbeda-beda. Beberapa orang tua mengasuh dan
mendidik anak mereka dengan benar. Orang tua lainnya bersikap kasar atau
mengabaikan anaknya, beberapa anak orang tuanya bercerai, anak lainya tinggal
bersama orang tuanya yang lengkap tanpa perceraian, beberapa keluarga hidup
dalam kondisi ekonomi yang berkecukupan, beberapa keluarga lainnya hidup dalam
kondisi ekonomi sederhana. Situasi yang bervariasi ini akan mempengaruhi
perkembangan anak dan mempengaruhi murid didalam dan diluar lingkungan sekolah. Berikut adalah pola asuh dalam
keluarga :
2.2.1 Gaya Perenting (Gaya Asuh)
Baumrin
mengatakan ada empat bentuk gaya pengasuhan atau earenting:
a) Authoritarian Perenting
Merupakan gaya
asuh yang bersifat menghukum dan membatasi. Dimana hanya ada sedikit percakapan
antara orang tua dan anak, menghasilkan anak yang tidak kompeten secara sosial.
b) Authoritative
Parenting
Merupakan gaya
asuh yang positif yang mendorong anak untuk independen tapi masih membatasi dan
mengontol tindakan mereka. Perbincangan saling tukap pendapat diperbolehkan dan
orang tua bersikap membimbing dan mendukung. Menghasilkan anak yang kompeten
secara sosial. Anak cenderung mandiri, tidak cepat puas, gaul, dan
memperlihatkan harga diri yang tinggi.
c) Neglectful Parenting
Gaya asuh
dimana orang tua tidak terlibat aktif dan tidak perduli dengan
kehidupan anaknya,
orang tua hanya meluangkan sedikit waktu. Hasilnya anak-anak sering bertindak
tidak kompeten secara sosial. Mereka cenderung kurang bisa mengontrol diri,
tidak cukup termotifasi untuk berprestasi.
d) Indulgend Parenting
Gaya asuh
dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anaknya tapi tidak banyak
memberikan batasan atau kekangan pada perilaku mereka. Orang tua ini sering
membiarkan anak mencari cara sendiri untuk mencapai tujuannya, bahwa orang tua
model ini percaya bahwa kombinasi dukungan pengasuh dan sedikit pembatasan anak
membentuk anak kretif dan percaya diri.
2.2.2 Keluarga yang berubah dalam masyarakat yang berubah
Anak-anak dari
keluarga yang bercerai, perceraian dalam keluarga dapat memberikan dampak yang
kompleks terhadap anak. Hal tersebut tergantung faktor-faktor seperti usia
anak, kekuatan dan kelemahan anak saat perceraian tipe parenting status sosial
ekonomi dan pelaksanaan fungsi keluarga
setelah perceraiaan. Adanya sistem pendukung seperti saudara, kawan, guru,
dapat menciptakan hubungan positif yang terus berlanjut antara ayah dan ibu yang
sudah bercerai, kemampuan memenuhi kebutuhan keuangan dan kualitas
sekolah dapat membantu anak dalam mengatasi situasi perceraian yang menekan.
Beberapa cara
yang dilakukan guru untuk membantu anak yang tertekan akibat perceraiaan:
a)
Menghubungi orang
tuanya
b)
Menyarankan untuk
mencarikan bimbingan professional dalam maksud bimbingan konseling, yaitu
mengadakan pertemuan reguler antara anak dan orang tua yang dibimbing oleh
professional mental atau guru yang memiliki keahlian khusus.
c)
Membantu si anak
dengan cara memberikan perhatian yang lebih dan memberikan bimbingan kepada
mereka agar dapat mengatasi situasi dan berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah.
d)
Anjurkan mereka
membaca buku tentang perceraiaan.
2.2.3 Variasi etnis dan sosial ekonomi keluarga
Keluarga dalam
kelompok etnis yang berbeda akan bervariasi dalam besar, strukturnya dan
komposisinya: keterkaitan mereka dengan jaringan kerabat, dan levelpendapatan
dan pendidikannya.
Praktek
pengasuhan anak berbeda-beda diantara keluarga yang berstatus ekonomi tinggi,
sedang dan rendah. Contohnya orang tua yang berpendapatan rendah lebih sering
menekankan pada karakteristik eksternal seperti kepatudan dan kerapian.
Sebaliknya keluarga yang status ekonominya menengah sering menekankan pada
karakter nilai internal seperti kontrol diri dan penundaan rasa puas. Orang tua
yang berstatus social ekonomi menengah lebih sering memuji, melengkapi disiplin
dengan penalaran, dan mengajukan pertanyaan kepada anak. Orang tua berstatus
ekonomi rendah, lebih mungkin menggunaka hukuman fisik dan mengkritik anaknya.
2.2.4 Hubungan Sekolah dan Keluarga
Dalam teori
Bronfendbrenner, hubungan antara keluarga dengan sekolah adalah meso sistem
yang penting. Demikian juga menurut studi Hetheringon, lingkungan sekolah yang
otoritatif akan mengurungkan anak-anak dari beragam keluarga yang berbeda.
Joyce Epstai
mendeskripsikan enam area dimana hubungan keluarga dan sekolah dibentuk:
a) Menyediakan
bantuan untuk keluarga. Sekolah dapat memberikan informasi kepada orang tua
mengenai informasi tentang ketrampilan bagaimana cara keluarga mendidik anak,
menerangkan arti penting keluarga, perkembangan anak dan remaja dan
konteks-konteks rumah yang bisa memperkaya pembelajran dikelas. Guru adalah hal
yang sangat penting untuk menciptakan hubungan antara sekolah dan keluarga.
b) Berkomunikasi
secara efektif
dengan keluarga mengenai program sekolah dan kemajuan anak mereka. Hal ini
dilakukan dengan mengajak orang tua untuk mengadakan konferensi guru, oran tua
dan dan fungsi-fungsi sekolah lainnya. Kehadiran orang tua dapat membuat murid
tahu orang tua memperhatikan prestasi mereka di sekolah.
c) Ajak
orang tua untuk menjadi relawan. Disekolah orang tua sebagai relawan dan untuk
meningkatkan kehadiran dalam pertemuan sekolah.
d) Libatkan
keluarga dengan anak mereka dalam aktivitas belajar di rumah. Ini menggunakan
anatara lain pekerjaan rumah dan aktivitas lain yang berhubungan dengan
kurkulum pelajaran. Orang
tua akan beerminat efektif jika mereka mempelajari strategi tutoring (mengajar)
dan mendukung kegiatan sekolah.
e)
Libatkan keluarga
sebagai partisipan dalam keputusan sekolah. Orang tua bisa di undang
untuk menjadi dewan sekolah, komite sekolah, penasehat dan organisasi orang tua
lainnya. Organisasi orang tua-guru dengan tujuan untuk melakukan diskusi tujuan
pendidikan dan sekolah, metode belajar yang tepat sesuai dengan usia, disiplin
anak, dan kinerja ujian.
f)
Mengorganisasikan
kerjasama komunitas. Membuat hubungan dengan upaya dan sumber daya komunitas
bisnis, gen, perguruan tinggi dan universitas untuk memperkuat program sekolah,
praktek keluarga, dan pembelajaran murid. Sekolah bisa member
keluarga tentang program komunitas dan layanan komunitas yang bermannfaat bagi
mereka
2.3 Pengaruh
Teman Sebaya
Selain keluarga
dan guru, teman seusia atau teman sebaya juga mempermainkan peran
penting dalam perkembangan anak. Dalam konteks perkembangan anak, teman
sebaya (seusia) adalah anak pada usia
yang sama. Sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang
kira–kira sama. Sebaya memegang peran yang unik dalam perkembangan anak. Salah
satu fungsi terpenting adalah memberikan informasi dan perbandingan tentang
dunia di luar
keluarga.
Piaget
dan Sullivan memberikan penjelasan
tentang peran sebaya dalam perkembangan sosioemosional. Mereka menekankan bahwa
melalui interaksi sebayalah anak-anak dan remaja belajar sebagaimana
berinteraksi dalam hubungan yang simetris dan timbal balik. Dengan sebaya,
anak–anak belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, menghargai
sudut pandang sebaya, menegosiasikan solusi atau perselisihan secara kooperatif,
dan mengubah standar perilaku yang dapat diterima semua.
2.3.1 Fungsi teman sebaya:
a) Teman
sebaya ialah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama.
b)
Salah satu fungsi
kelompok teman sebaya yang paling penting ialah menyediakan suatu sumber informasi
dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
c) Relasi
yang buruk di antara teman-teman sebaya pada masa anak-anak diasosiasikan
dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa
remaja.
d) Relasi
yang harmonis di antara teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan
dengan kesehatan mental yang positif pada tengah baya.
2.3.2 Status Teman Sebaya
Para developmentalis telah dengan tepat menunjukkan emapat
tipe status teman sebaya: anak popular, anak diabaikan, anak ditolak, dan anak kontroversial.
a)
Anak populer (popular
Children) sering kali dinominasikan sebagai kawan terbaik dan jarang dibenci
teman sebayanya. Anak populer member dukungan, mau mendengar dengan perhatian,
menjaga alur komunikasi dengan kawannya tetap terbuka, cendrung riang,
bertindak mandiri, menunjukkan antusianisme dan perhatian kepada orang lain.
b)
Anak diabaikan
(neglegted children) jarang dinominasikan sebagai kawan terbaik, tetapi bukan
tidak disukai oleh kawan seusianya.
c)
Anak ditolak (rejected
children) jarang dinominasikan sebagai kawan yang baik dan sering dibenci oleh
teman seusianya. Anak yang ditolak mengalami masalah penyesuaian diri yang
serius ketimbang anak yang diabaikan. Faktor penting dalam memprediksi apakah anak
yang ditolak itu melakukan tindakan jahat atau keluar dari sekolah menengah
adalah sikap agresinya terhadap teman sebayanya pada saat masih sekolah dasar.
d)
Anak controversial
(controversial children) sering kali dinominasikan sebagai teman baik tetapi
juga kerap tidak disukai.
Menurut piaget dan
Kohlberg, melalui teman sebaya yang
diwarnai dengan memberi dan menerima, anak–anak mengembangkan pemahaman sosial
dan logika moral mereka. Anak–anak menggali prinsip keadilan dan kebaikan
dengan menghadapi perselisihan dengan sebaya. Hubungan sebaya juga bisa
berdampak negatif, ditolak atau diabaikan oleh sebaya membuat beberapa anak
merasa kesepian dan dimusuhi. Lebih jauh, penolakan dan pengabaian oleh sebaya
berhubungan dangan kesehatan mental individu dan masalah kriminal. Sebaya dapat mengenalkan remaja pada alkohol, obat –
obatan, kenakalan dan bentuk perilaku lain yang dianggap orang dewasa sebagai
perilaku maladaptif.
2.4 Persahabatan
Persahabatan memberikan kontribusi pada status teman usia
sebaya dan memberikan keuntungan lainnya:
2.4.1
Kebersamaan. Persahabatan
memberikan anak partner yang akrab, seseorang yang bersedia meluangkan waktu
dan melakukan kegiatan bersama.
2.4.2
Dukungan
fisik. Persahabatan memberikan sumberdaya
dan bantuan disaat dibutuhkan.
2.4.3
Dukungan
ego. Persahabatan membantu anak merasakan
bahwa mereka adalah anak yang bisa melakukan sesuatu dan layak dihargai, yang
terpenting adalah penerimaan social dari kawannya.
2.4.4
Intimasi/kasih
sayang. Persahabatan memberianak suatu
hubungan yang hangat, saling percaya dan dekat dengan orang lain. Dalam hal ini
anak-anak sering kali merasa nyaman mengungkapkan informasi pribadi mereka.
2.5 Sekolah
Sekolah merupakan
lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program
bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu anak agar mampu
mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual,
intelektual, emosionalmaupun sosial. Peranan sekolah dalam mengembangkan
kepribadian anak adalah sebagai faktor penentu bagi perkembangan kepribadian
anak baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah
mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para anak mencapai
tugas perkembangannya. Alasannya antara lain adalah bahwa sekolah memberi
pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan perkembangan konsep dirinya,
anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pada tempat lain di luar
rumah, sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses, sekolah
memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan
secara realistic dan sekolah juga berperan sebagai substansi keluarga dan guru
subtitusi orang tua.
Sehubungan hal ini, sekolah sebisanya berupaya menciptakan
suatu kondisi yang dapat memfasilitasi anak untuk mencapai tugas perkembangannya
tersebut. Upaya sekolah dapat berjalan dengan baik, apabila sekolah tersebut
telah tercipta kondisi yang sehat atau efektif, baik menyangkut aspek
manajemennya, maupun profesionalisme para personelnya. Sekolah yang efektif itu
sebagai sekolah yang memajukan, atau mengembangkan prestasi, ketrampilan
sosial, sopan santun, sikap positif terhadap belajar, rendahnya angka absen dan
memberikan ketrampilan-ketrampilan yang memungkinkan seorang anak dapat
mandiri. Sekolah yang efektif disamping ditandai oleh ciri-ciri di atas juga
sangat didukung oleh kualitas para guru, baik menyangkut karakteristik pribadi
maupun kompetensinya. Karakteristik pribadi dan kompetensi guru ini sangat
berpengaruh terhadap kualitas proses pembelajaran di kelas atau hubungan guru
dengan anak di kelas yang pada nantinya akan berpengaruh pula pada keberhasilan
belajar anak tersebut.
2.6
Di
Hubungkan dalam Ajaran Agama Hindu
Di dalam ajaran agama hindu di jelaskan dalam sloka Silakrama:
Di
dalam buku Dharma Sastra oleh Oka Punyatmdja pada sub pokok bahasan himpunan
sloka Weda diantaranya yaitu:
sloka
80 disebutkan:
Perlakuan
seorang anak sebagai raja sampai usia lima tahun, dalam waktu sepuluh tahun(
sesudah usia lima tahun) sebagai pembantu, pada usia enam belas tahun( keatas),
bagaikan sahabat. Demikian (ajaran) Putrasasana
( ketentuan untuk orang tua mendidik anak-anaknya.
Dalam sloka diatas dijelaskan bahwa seharusnya orang tua mendidik anaknya dengan berbagai cara sesuai dengan
tingkat perkembangan usia anak. Orang tua dalam mendidik anaknya harus terlebih
dahulu memperhatikan tingkat perkembangan si anak, pemilihan pendidikan pada
anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Pendidikan anak harus
dibedakan caranya pada anak yang berada pada tingkat bayi (usia sampai lima
tahun) harus diperhatian atau membutuhkan perhaitan secara penuh dari orang tua
karena belum mampu mengerjakan segala sesuatunya secara sendiri seperti makan,
mandi, menggunakan baju dan lainnya. Setelah usia lebih dari lima tahun hingga
lima belas tahun atau usia remaja harus
diperlakukan sebagai pembantu artinya umur atau usia ini merupakan usia yang
labil dan banyak membutuhkan perhatian serta bimbingan dari orang tuanya. Pada
masa remaja ini anak-anak membutuhkan bimbingan mengenai mana yang benar dan
mana yang tidak benar, oarng tua harus mampu memberi contoh kepada anak-anaknya
sehingga si anak memperoleh pedoman yang benar dalam bertindak dan berperilaku
yag sesuai dengan ajaran darma. Selanjutnya pada usia diatas enam belas tahun
sia nak harus dibri kebebasan untuk memilih dan patutnya dianggap sebgai
sahabat, diajak untuk bertukar pikaran dalam mangatasi sagal permasalahan
karena si anak pada saat ini dapat dikatakan sudah mulai dipersiapkan untuk
memasuki masa dewasa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a)
Konteks
Sosial dalam Perkembangan
Konteks
Sosial yaitu dimana anak dituntut tidak hanya
ia dapat mengendalikan dirinya secara baik namun juga harus mampu
berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Perkembangan yaitu bertambahnya
kemampuan, ketrampilan, pengetahuan dan emosi yang telihat dari tingkah laku
dalam berinteraksi.
b)
Pola
Pertemanan yang Baik untuk Anak
Teman
sebaya memegang peranan unik dalam perkembangan anak. Salah satu fungsi
terpenting adalah memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar
keluarga. Melalui interaksi sebayalah individu belajar sebagaimana berinteraksi
dalam hubungan yang simetris dan timbal balik, belajar memformulasikan dan
menyatakan pendapat mereka, menghargai sudut pandang sebaya, menegoisasikan
solusi atau perselisihan secara kooperatif dan mengubah standar perilaku yang dapat diterima semua.
Melalui teman sebaya yang diwarnai dengan memberi dan menerima, anak-anak
mengembangkan pemahaman sosial dan logika moral mereka. Anak-anak menggali
prinsip keadilan dan kebaikan ketika menghadapi perselisihan dengan sebayanya.
3.2
Saran
Mengingat pentingnya perkembangan ini maka peran lingkungan
sangat berpengaruh terutama dalam memberikan nilai-nilai positif kepada
perkembangan anak. Peran lingkungan ini mulai dari keluarga, teman sebaya,
sekolah, dan lingkungan yang lebih luas.
Selain peran lingkungan peran diri sendiri dan juga sangat
diperhatikan, karena masing-masing saling mempengaruhi. Jika lingkungannya
baik maka akan membawa dampak yang baik kepada diri sendiri sebaliknya kalau
lingkungannya kurang baik maka akan membawa dampak negative pada diri sendiri
juga.
DAFTAR
PUSTAKA
Epstain & Sanders.2002. Dasar-Dasar Pendidikan.