Senin, 18 Juli 2016

Konteks Sosial Perkembangan Anak

DASAR-DASAR PENDIDIKAN
KONTEKS SOSIAL DALAM PERKEMBANGAN

Dosen Pengampu :
1. I Ketut Ulianta, S.Pd
2. Ni Wayan Purnamiasih, M.Pd.H



Oleh:
1. Dewi Sri Lestari                       : Semester II
2. Lilik Pujiwati                           : Semester VI
3. Ni Luh Ratika Diana Sari        : Semester II




SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU DHARMA NUSANTARA JAKARTA
2016




Om Swastyastu,

            Untuk pertama kalinya kami menjadi satu tim dalam mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan dan kami diberi kepercayaan untuk membuat makalah  oleh Dosen mata kuliah ini dalam judul besarnya KONTEKS SOSIAL DALAM PERKEMBANGAN dimana makalah ini membahas tentang perkembangan anak termasuk cara mengasuhnya. Seperti kita ketahui anak adalah penerus generasi untuk meneruskan keturunan kita, dalam hal ini setiap orang tua pasti menginginkan anaknya mempunyai kepribadian yang baik dan berbudi pekerti luhur. Dengan adanya makalah ini, kami harap dapat memberi rmanfaat bagi para orang tua dan pembaca yang budiman.

Om Santih Santih Santih Om.






Jakarta,   Juni 2016


                              Penulis

DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN



Kemampuan merupakan langkah pertama bagi perkembangan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya secara lebih luas. Dalam berinteraksi dengan orang lain, individu tidak hanya dituntut untuk mampu berinteraksi secara baik dengan orang lain, tetapi terkait juga didalamnya bagaimana ia mampu mengendalikan dirinya secara baik. Ketidakmampuan individu mengendalikan dirinya dapat menimbulkan berbagai masalah dengan orang lain.
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak melakukan fungsi sosialisasinya. Proses yang terjadi antara anak dan orang tua tidaklah bersifat satu arah, namun saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya, anak belajar dari orang tua, sebaliknya, orang tua juga belajar dari anak. Proses sosialisasi yang terjadi dalam keluarga lebih berbentuk sebagai suatu sistem yang interaksional. Karena gaya parenting orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak.
Konteks sosial di luar keluarga pada anak-anak adalah teman sebaya. Pada teman sebaya inilah, anak memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia sosialnya. Anak juga belajar tentang prinsip keadilan melalui konflik-konflik yang terjadi dengan teman-temannya. Pada masa kanak-kanak, teman sebaya yang dipilih biasanya terkait dengan jenis kelamin. Selain itu proses perkembangan sosioemosional anak juga dapat dibentuk melalui pendidikan di sekolah dari sana mereka dapat melihat dunia secara luas dan mengembangkan hubungan sosialnya dalam masyarakat.

1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka dapat diambil Rumusan Masalah sebagai berikut:
1.2.1   Apakah Konteks Sosial dalam Perkembangan Anak?
1.2.2   Bagaimanakah pola pertemanan yang baik untuk seorang anak?

1.3  Tujuan

Adapun tujuan penulisan ini antara lain:
1.3.1   Untuk mengetahui pentingnya peran keluarga bagi seorang anak.
1.3.2   Untuk mengetahui pola pertemanan yang baik untuk seorang anak.




















BAB II

PEMBAHASAN



2.1    Konteks Sosial Dalam Perkembangan Anak

Keluarga bagi seorang anak merupakan lembaga pendidikan non formal pertama, di mana mereka hidup, berkembang, dan matang. Di dalam sebuah keluarga, seorang anak pertama kali diajarkan pada pendidikan. Dari pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan pengalaman, kebiasaan, ketrampilan berbagai sikap dan bermacam-macam ilmu pengetahuan.
Keluarga memiliki peranan utama di dalam mengasuh anak, di segala norma dan etika yang berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Keluarga memiliki peranan penting dalam ningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini pada setiap individu. Walau bagaimana pun, selain tingkat pendidikan, moral individu juga menjadi tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan. Para Psikologi Perkembangan Anak umumnya lebih fokus pada Pengaruh Keluarga, Teman Sebaya dan Sekolah. Perkembangan Anak ini sangat bermanfaat untuk orang tua dan para guru. Berikut adalah poin-poin pembahasan Konteks sosial Perkembangan anak:

2.2   Pola Asuh Anak dalam Keluarga

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pelajaran (pendidikan). Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan secara kodrati. Suasana dan strukturnya memberikan kemungkinana alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.
Anak-anak tumbuh dalam keluarga yang berbeda-beda. Beberapa orang tua mengasuh dan mendidik anak mereka dengan benar. Orang tua lainnya bersikap kasar atau mengabaikan anaknya, beberapa anak orang tuanya bercerai, anak lainya tinggal bersama orang tuanya yang lengkap tanpa perceraian, beberapa keluarga hidup dalam kondisi ekonomi yang berkecukupan, beberapa keluarga lainnya hidup dalam kondisi ekonomi sederhana. Situasi yang bervariasi ini akan mempengaruhi perkembangan anak dan mempengaruhi murid didalam dan diluar lingkungan sekolah. Berikut adalah pola asuh dalam keluarga :

2.2.1   Gaya Perenting (Gaya Asuh)

Baumrin mengatakan ada empat bentuk gaya pengasuhan atau earenting:
a)    Authoritarian Perenting
Merupakan gaya asuh yang bersifat menghukum dan membatasi. Dimana hanya ada sedikit percakapan antara orang tua dan anak, menghasilkan anak yang tidak kompeten secara sosial.
b)   Authoritative Parenting
Merupakan gaya asuh yang positif yang mendorong anak untuk independen tapi masih membatasi dan mengontol tindakan mereka. Perbincangan saling tukap pendapat diperbolehkan dan orang tua bersikap membimbing dan mendukung. Menghasilkan anak yang kompeten secara sosial. Anak cenderung mandiri, tidak cepat puas, gaul, dan memperlihatkan harga diri yang tinggi.
c)    Neglectful Parenting
Gaya asuh dimana orang tua tidak terlibat aktif dan tidak perduli dengan kehidupan anaknya, orang tua hanya meluangkan sedikit waktu. Hasilnya anak-anak sering bertindak tidak kompeten secara sosial. Mereka cenderung kurang bisa mengontrol diri, tidak cukup termotifasi untuk berprestasi.
d)   Indulgend Parenting
Gaya asuh dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anaknya tapi tidak banyak memberikan batasan atau kekangan pada perilaku mereka. Orang tua ini sering membiarkan anak mencari cara sendiri untuk mencapai tujuannya, bahwa orang tua model ini percaya bahwa kombinasi dukungan pengasuh dan sedikit pembatasan anak membentuk anak kretif dan percaya diri.

2.2.2   Keluarga yang berubah dalam masyarakat yang berubah

Anak-anak dari keluarga yang bercerai, perceraian dalam keluarga dapat memberikan dampak yang kompleks terhadap anak. Hal tersebut tergantung faktor-faktor seperti usia anak, kekuatan dan kelemahan anak saat perceraian tipe parenting status sosial ekonomi  dan pelaksanaan fungsi keluarga setelah perceraiaan. Adanya sistem pendukung seperti saudara, kawan, guru, dapat menciptakan hubungan positif yang terus berlanjut antara ayah dan ibu yang sudah bercerai, kemampuan memenuhi kebutuhan keuangan dan kualitas sekolah dapat membantu anak dalam mengatasi situasi perceraian yang menekan.
Beberapa cara yang dilakukan guru untuk membantu anak yang tertekan akibat perceraiaan:
a)    Menghubungi orang tuanya
b)   Menyarankan untuk mencarikan bimbingan professional dalam maksud bimbingan konseling, yaitu mengadakan pertemuan reguler antara anak dan orang tua yang dibimbing oleh professional mental atau guru yang memiliki keahlian khusus.
c)    Membantu si anak dengan cara memberikan perhatian yang lebih dan memberikan bimbingan kepada mereka agar dapat mengatasi situasi dan berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah.
d)   Anjurkan mereka membaca buku tentang perceraiaan.

2.2.3   Variasi etnis dan sosial ekonomi keluarga

Keluarga dalam kelompok etnis yang berbeda akan bervariasi dalam besar, strukturnya dan komposisinya: keterkaitan mereka dengan jaringan kerabat, dan levelpendapatan dan pendidikannya.
Praktek pengasuhan anak berbeda-beda diantara keluarga yang berstatus ekonomi tinggi, sedang dan rendah. Contohnya orang tua yang berpendapatan rendah lebih sering menekankan pada karakteristik eksternal seperti kepatudan dan kerapian. Sebaliknya keluarga yang status ekonominya menengah sering menekankan pada karakter nilai internal seperti kontrol diri dan penundaan rasa puas. Orang tua yang berstatus social ekonomi menengah lebih sering memuji, melengkapi disiplin dengan penalaran, dan mengajukan pertanyaan kepada anak. Orang tua berstatus ekonomi rendah, lebih mungkin menggunaka hukuman fisik dan mengkritik anaknya.

2.2.4    Hubungan Sekolah dan Keluarga

Dalam teori Bronfendbrenner, hubungan antara keluarga dengan sekolah adalah meso sistem yang penting. Demikian juga menurut studi Hetheringon, lingkungan sekolah yang otoritatif akan mengurungkan anak-anak dari beragam keluarga yang berbeda.
Joyce Epstai mendeskripsikan enam area dimana hubungan keluarga dan sekolah dibentuk:
a)    Menyediakan bantuan untuk keluarga. Sekolah dapat memberikan informasi kepada orang tua mengenai informasi tentang ketrampilan bagaimana cara keluarga mendidik anak, menerangkan arti penting keluarga, perkembangan anak dan remaja dan konteks-konteks rumah yang bisa memperkaya pembelajran dikelas. Guru adalah hal yang sangat penting untuk menciptakan hubungan antara sekolah dan keluarga.
b)   Berkomunikasi secara efektif dengan keluarga mengenai program sekolah dan kemajuan anak mereka. Hal ini dilakukan dengan mengajak orang tua untuk mengadakan konferensi guru, oran tua dan dan fungsi-fungsi sekolah lainnya. Kehadiran orang tua dapat membuat murid tahu orang tua memperhatikan prestasi mereka di sekolah.
c)    Ajak orang tua untuk menjadi relawan. Disekolah orang tua sebagai relawan dan untuk meningkatkan kehadiran dalam pertemuan sekolah.
d)   Libatkan keluarga dengan anak mereka dalam aktivitas belajar di rumah. Ini menggunakan anatara lain pekerjaan rumah dan aktivitas lain yang berhubungan dengan kurkulum pelajaran. Orang tua akan beerminat efektif jika mereka mempelajari strategi tutoring (mengajar) dan mendukung kegiatan sekolah.
e)    Libatkan keluarga sebagai partisipan dalam keputusan sekolah. Orang tua bisa di undang untuk menjadi dewan sekolah, komite sekolah, penasehat dan organisasi orang tua lainnya. Organisasi orang tua-guru dengan tujuan untuk melakukan diskusi tujuan pendidikan dan sekolah, metode belajar yang tepat sesuai dengan usia, disiplin anak, dan kinerja ujian.
f)    Mengorganisasikan kerjasama komunitas. Membuat hubungan dengan upaya dan sumber daya komunitas bisnis, gen, perguruan tinggi dan universitas untuk memperkuat program sekolah, praktek keluarga, dan pembelajaran murid. Sekolah bisa member keluarga tentang program komunitas dan layanan komunitas yang bermannfaat bagi mereka

2.3  Pengaruh Teman Sebaya

Selain keluarga dan guru, teman  seusia  atau teman sebaya juga mempermainkan peran penting dalam perkembangan anak. Dalam konteks perkembangan anak, teman sebaya  (seusia) adalah anak pada usia yang sama. Sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira–kira sama. Sebaya memegang peran yang unik dalam perkembangan anak. Salah satu fungsi terpenting adalah memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
Piaget dan Sullivan memberikan penjelasan tentang peran sebaya dalam perkembangan sosioemosional. Mereka menekankan bahwa melalui interaksi sebayalah anak-anak dan remaja belajar sebagaimana berinteraksi dalam hubungan yang simetris dan timbal balik. Dengan sebaya, anak–anak belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, menghargai sudut pandang sebaya, menegosiasikan solusi atau perselisihan secara kooperatif, dan mengubah standar perilaku yang dapat diterima semua.

2.3.1   Fungsi teman sebaya:

a)    Teman sebaya ialah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama.
b)   Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting ialah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
c)    Relasi yang buruk di antara teman-teman sebaya pada masa anak-anak diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja.
d)   Relasi yang harmonis di antara teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada tengah baya.

2.3.2   Status Teman Sebaya

Para developmentalis telah dengan tepat menunjukkan emapat tipe status teman sebaya: anak popular, anak diabaikan, anak ditolak, dan anak kontroversial.
a)    Anak populer (popular Children) sering kali dinominasikan sebagai kawan terbaik dan jarang dibenci teman sebayanya. Anak populer member dukungan, mau mendengar dengan perhatian, menjaga alur komunikasi dengan kawannya tetap terbuka, cendrung riang, bertindak mandiri, menunjukkan antusianisme dan perhatian kepada orang lain.
b)   Anak diabaikan (neglegted children) jarang dinominasikan sebagai kawan terbaik, tetapi bukan tidak disukai oleh kawan seusianya.
c)     Anak ditolak (rejected children) jarang dinominasikan sebagai kawan yang baik dan sering dibenci oleh teman seusianya. Anak yang ditolak mengalami masalah penyesuaian diri yang serius ketimbang anak yang diabaikan. Faktor penting dalam memprediksi apakah anak yang ditolak itu melakukan tindakan jahat atau keluar dari sekolah menengah adalah sikap agresinya terhadap teman sebayanya pada saat masih sekolah dasar.
d)    Anak controversial (controversial children) sering kali dinominasikan sebagai teman baik tetapi juga kerap tidak disukai.
Menurut piaget dan Kohlberg, melalui teman sebaya yang diwarnai dengan memberi dan menerima, anak–anak mengembangkan pemahaman sosial dan logika moral mereka. Anak–anak menggali prinsip keadilan dan kebaikan dengan menghadapi perselisihan dengan sebaya. Hubungan sebaya juga bisa berdampak negatif, ditolak atau diabaikan oleh sebaya membuat beberapa anak merasa kesepian dan dimusuhi. Lebih jauh, penolakan dan pengabaian oleh sebaya berhubungan dangan kesehatan mental individu dan masalah kriminal. Sebaya  dapat mengenalkan remaja pada alkohol, obat – obatan, kenakalan dan bentuk perilaku lain yang dianggap orang dewasa sebagai perilaku maladaptif.

2.4  Persahabatan

Persahabatan memberikan kontribusi pada status teman usia sebaya dan memberikan keuntungan lainnya:
2.4.1   Kebersamaan. Persahabatan memberikan anak partner yang akrab, seseorang yang bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama.
2.4.2   Dukungan fisik. Persahabatan memberikan sumberdaya dan bantuan disaat dibutuhkan.
2.4.3   Dukungan ego. Persahabatan membantu anak merasakan bahwa mereka adalah anak yang bisa melakukan sesuatu dan layak dihargai, yang terpenting adalah penerimaan social dari kawannya.
2.4.4   Intimasi/kasih sayang. Persahabatan memberianak suatu hubungan yang hangat, saling percaya dan dekat dengan orang lain. Dalam hal ini anak-anak sering kali merasa nyaman mengungkapkan informasi pribadi mereka.

2.5  Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu anak agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual, intelektual, emosionalmaupun sosial. Peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak adalah sebagai faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para anak mencapai tugas perkembangannya. Alasannya antara lain adalah bahwa sekolah memberi pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan perkembangan konsep dirinya, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pada tempat lain di luar rumah, sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses, sekolah memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistic dan sekolah juga berperan sebagai substansi keluarga dan guru subtitusi orang tua.
Sehubungan hal ini, sekolah sebisanya berupaya menciptakan suatu kondisi yang dapat memfasilitasi anak untuk mencapai tugas perkembangannya tersebut. Upaya sekolah dapat berjalan dengan baik, apabila sekolah tersebut telah tercipta kondisi yang sehat atau efektif, baik menyangkut aspek manajemennya, maupun profesionalisme para personelnya. Sekolah yang efektif itu sebagai sekolah yang memajukan, atau mengembangkan prestasi, ketrampilan sosial, sopan santun, sikap positif terhadap belajar, rendahnya angka absen dan memberikan ketrampilan-ketrampilan yang memungkinkan seorang anak dapat mandiri. Sekolah yang efektif disamping ditandai oleh ciri-ciri di atas juga sangat didukung oleh kualitas para guru, baik menyangkut karakteristik pribadi maupun kompetensinya. Karakteristik pribadi dan kompetensi guru ini sangat berpengaruh terhadap kualitas proses pembelajaran di kelas atau hubungan guru dengan anak di kelas yang pada nantinya akan berpengaruh pula pada keberhasilan belajar anak tersebut.

2.6              Di Hubungkan dalam Ajaran Agama Hindu

Di dalam ajaran agama hindu di jelaskan dalam sloka Silakrama:
Di dalam buku Dharma Sastra oleh Oka Punyatmdja pada sub pokok bahasan himpunan sloka Weda  diantaranya yaitu:
sloka 80 disebutkan:
Perlakuan seorang anak sebagai raja sampai usia lima tahun, dalam waktu sepuluh tahun( sesudah usia lima tahun) sebagai pembantu, pada usia enam belas tahun( keatas), bagaikan sahabat. Demikian (ajaran) Putrasasana ( ketentuan untuk orang tua mendidik anak-anaknya.
Dalam sloka diatas dijelaskan bahwa  seharusnya orang tua mendidik  anaknya dengan berbagai cara sesuai dengan tingkat perkembangan usia anak. Orang tua dalam mendidik anaknya harus terlebih dahulu memperhatikan tingkat perkembangan si anak, pemilihan pendidikan pada anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Pendidikan anak harus dibedakan caranya pada anak yang berada pada tingkat bayi (usia sampai lima tahun) harus diperhatian atau membutuhkan perhaitan secara penuh dari orang tua karena belum mampu mengerjakan segala sesuatunya secara sendiri seperti makan, mandi, menggunakan baju dan lainnya. Setelah usia lebih dari lima tahun hingga lima belas tahun atau usia remaja  harus diperlakukan sebagai pembantu artinya umur atau usia ini merupakan usia yang labil dan banyak membutuhkan perhatian serta bimbingan dari orang tuanya. Pada masa remaja ini anak-anak membutuhkan bimbingan mengenai mana yang benar dan mana yang tidak benar, oarng tua harus mampu memberi contoh kepada anak-anaknya sehingga si anak memperoleh pedoman yang benar dalam bertindak dan berperilaku yag sesuai dengan ajaran darma. Selanjutnya pada usia diatas enam belas tahun sia nak harus dibri kebebasan untuk memilih dan patutnya dianggap sebgai sahabat, diajak untuk bertukar pikaran dalam mangatasi sagal permasalahan karena si anak pada saat ini dapat dikatakan sudah mulai dipersiapkan untuk memasuki masa dewasa.
















BAB III

PENUTUP


3.1              Kesimpulan

a)    Konteks Sosial dalam Perkembangan
            Konteks Sosial yaitu dimana anak dituntut tidak hanya  ia dapat mengendalikan dirinya secara baik namun juga harus mampu berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Perkembangan yaitu bertambahnya kemampuan, ketrampilan, pengetahuan dan emosi yang telihat dari tingkah laku dalam berinteraksi.
b)   Pola Pertemanan yang Baik untuk Anak
            Teman sebaya memegang peranan unik dalam perkembangan anak. Salah satu fungsi terpenting adalah memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Melalui interaksi sebayalah individu belajar sebagaimana berinteraksi dalam hubungan yang simetris dan timbal balik, belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, menghargai sudut pandang sebaya, menegoisasikan solusi atau perselisihan secara kooperatif dan mengubah  standar perilaku yang dapat diterima semua. Melalui teman sebaya yang diwarnai dengan memberi dan menerima, anak-anak mengembangkan pemahaman sosial dan logika moral mereka. Anak-anak menggali prinsip keadilan dan kebaikan ketika menghadapi perselisihan dengan sebayanya.

3.2              Saran

Mengingat pentingnya perkembangan ini maka peran lingkungan sangat berpengaruh terutama dalam memberikan nilai-nilai positif kepada perkembangan anak. Peran lingkungan ini mulai dari keluarga, teman sebaya, sekolah, dan lingkungan yang lebih luas.
Selain peran lingkungan peran diri sendiri dan juga sangat diperhatikan, karena masing-masing saling mempengaruhi. Jika lingkungannya baik maka akan membawa dampak yang baik kepada diri sendiri sebaliknya kalau lingkungannya kurang baik maka akan membawa dampak negative pada diri sendiri juga.

DAFTAR PUSTAKA



Epstain & Sanders.2002. Dasar-Dasar Pendidikan.